Geliat Seniman di Tengah Wabah

Screen Shot 2020-04-24 at 23.43.00

Seniman Papermoon Puppet Theatre berpentas melalui Whatsapp. Para penggemar bisa memesan cerita dengan memberi satu kata. Lalu para seniman akan menjahitnya menjadi kisah yang utuh, mementaskannya dan dibagikan lewat video Whatsapp langsung ke para penggemar yang pesan. Inovasi ini disebut Story Tailor, In your Pocket. Gelombang pertama dilahirkan 30 karya. Para penggemar yang ingin memesan cerita, cukup merogoh kocek 100 ribu rupiah.

Menurut Maria Tri Sulistyani, kreasi Story Tailor ini ekspresi Papermoon Puppet yang terus produktif meski di tengah wabah COVID19. Setiap tahun agenda pentas Papermoon Puppet Theater sangat padat. Tidak saja pentas dalam negeri namun kerap berpentas ke manca negara. Kini, rencana pentas itu harus dilupakan. Gelombang kedua Story Tailor akan segera dimulai. Yang berminat pantengin aja IG  https://www.instagram.com/papermoonpuppet/?hl=en

Saya mewawancarai Ria, pendiri Papermoon Puppet Theater menggunakan Zoom. Saya berada di apartemen Kalibata City, Jakarta. Sedangkan Ria dirumahnya di dekat Alun-alun Kidul Jogjakarta. Sebelumnya saya tidak mengenal Papermoon Puppet, tidak juga mengenal Ria. Inovasi Stor Tailor menggelitik saya. Gimana siih nasib para seniman? Apa mereka bisa berkarya di tengah wabah? Bagaimana dengan kehidupan mereka? Bagaimana mereka mencari rejeki sedangkan pentas, pertunjukkan dilarang karena wabah?

Hal-hal ini mendorong saya untuk membuat liputan. Saya kirim DM ke IG Papermoon untuk minta waktu wawancara. DM pun bergayung, saya diminta untuk menghubungi melalui email. Dari email, saya terhubung dengan Ria.

Lebih dari 30 menit, saya mewawancarai Ria dengan Zoom. Kami cepat akrab. Ria, lulusan komunikasi FISIP UGM angkatan 99. Asal dari Jakarta lalu pindah ke Jogja. Saya, tahun 98 mendaftar dan ujian UMPTN di kampus FISIP UGM. Karena rumah di Klaten, dekat ke Jogja. Hasil UMPTN, saya diterima Universitas Brawijaya. Setelah lulus, nyangkul ke Jakarta sebagai wartawan.

Semacam walikan atau terbalik dengan Ria.

Setelah wawancara, saya minta dua video Story Tailor dan video suasana bengkel Papermoon Puppet. Ini untuk liputan televisi maka gambar sangat dibutuhkan. 

 

Seniman lain yang mencuri perhatian saya adalah Iksan Skuter. Musisi indie yang sangat produktif. Sejak tahun 2012 sudah menelurkan 12 album. Wabah coronavirus tidak membekukan mesin kreatifitas Iksan. Dalam waktu dekat, setelah lebaran, Iksan akan meluncurkan album ke 13. Saya dan Iksan sudah berkawan lama sejak tahun 1999. Iksan kuliah di Fakultas Hukum, saya kuliah di fakultas Teknik Pertanian. Kami satu organisasi. Kerap diskusi, aksi, nongkrong main gitar, nyanyi dan ngopi.

Srupput, ciri khas Iksan Skuter. 

Wabah melanda. Orang-orang dilarang bepergian. Di rumah saja. Tidak boleh ada pentas. Penghasilan Iksan Skuter dari manggung pun amblas. Tapi dasar Iksan, dia selalu bergerak. “Saya itu seniman. Tugas saya berkarya” ujar Iksan.

Setiap Sabtu sore, Iksan tampil live di saluran Youtube. Ratusan Kawan Cerdas, fans Iksan Skuter menikmati nyanyian dari rumah masing-masing. Sehari sebelum pentas live, saya kirim pesan WA ke Iksan. Minta tolong ambil gambar persiapan Iksan Skuter sebelum tampil live. Setelah pentas, kita janjian untuk wawancara. Lewat Zoom.

“(wawancara) jangan lewat jam 8 yooo” pinta Iksan. Agar dia bisa pulang dari Warung Srawung kembali ke rumah. Iksan berpentas dari Warung Srawung, usaha milik dia yang kini pun terpaksa tutup.

Konser di Youtube gratis. Siapapun bisa nonton. Tapi Iksan dapat pemasukan dari hasil kolaborasi dengan pihak lain. Misalnya pengusaha kaos yang ingin promosi. Iksan terbuka untuk bekerja sama dengan banyak pihak apalagi para pengusaha UMKM.

“Lumayan bisa menutupi ongkos produksi” Iksan dibantu beberapa orang kru. 

Lebih dari 300 ribu subscriber di channel Youtube Iksan Skuter Official. Hasil platform daring inilah yang kini menopang pemasukan Iksan Skuter. Agar dapur dan rokoknya terus ngebul. 

Meski hanya terhubung dengan Zoom tapi saya menangkap energi kreatifitas yang terus menyala baik dari Ria, Papermoon Puppet dan Iksan Skuter. Mereka, para seniman terus bergerak. Terus berkreasi. Tidak menunggu belas kasihan.

Sebagai liputan jurnalistik, kurang lengkap jika tidak ada tanggapan dari pihak berwenang. Saya mengontak Ari Juliano, Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan COVID19 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sebelum wawancara, saya riset dulu, pemerintah ngapain siih? Apa pemerintah punya program untuk membantu para seniman?

Awal April lalu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) membuka jalur pengaduan bagi para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif yang usahanya terdampak wabah COVID-19. Menurut Ari Juliano, data sementara yang masuk, lebih dari 200 ribu orang di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang kehilangan pekerjaan. 

Masalah ini harus dicari solusinya. Ari menyatakan Kemenparekraf terus berkoordinasi dengan lembaga dan kementerian lain untuk mengatasi masalah-masalah ini. Sebab kewenangan misalnya BLT berada di Kemensos, kartu pra kerja ditangani Kementerian Koordinator Perekonomian. Lalu keringanan kredit harus bicara dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Industri seni dan kreatif tidak hanya menghidupi senimannya saja. Tapi banyak sekali orang yang menggantungkan hidupnya dari dunia kreatif. Penyediaan panggung, tata cahaya, sistem audio dan banyak bidang pekerjaan lain yang menopang industri kreatif. 

 

Saksikan liputan from home Nontonnya juga #dirumahaja yaa 

 

 

Leave a comment