GELIAT KAUM MUDA MENGERAKKAN EKOWISATA

Gemuruh tambur menyambut kami di gerbang desa Tampara, Wakatobi. Lima orang penari menarikan tarian Tamburu. Sejatinya Tamburu adalah tarian perang, namun kini disajikan untuk menyambut tamu yang akan mengunjungi desa wisata Tampara. Selepas tarian perang, dua gadis cantik mengalungkan selendang tenun ke setiap tamu yang datang. Senangnya disambut meriah. 

Obyek wisata yang paling menarik di desa Tampara ini adalah hutan Mangrove. Luasnya mencapai 37.5 hektar dengan kekayaan sembilan jenis Mangrove. Setelah melewati gerbang hutan Mangrove, kami menyusuri jembatan kayu. Di kanan kiri jembatan, pohon-pohon mangrove berukuran besar dan kecil tumbuh subur. Udara sejuk. Byuur…byuurr. Anak-anak kecil melompat dari bibir jembatan. Gelak tawa riang begitu kepala-kepala mereka menyembul dari permukaan air yang jernih. Jembatan kayu sepanjang 100 meter dibangun November 2019 lalu. Di tepi jembatan sudah menanti perahu kayu berwarna biru. 

Senja di Wakatobi

Perlahan kami menyibak hutan mangrove yang masih perawan. Kicauan burung menemani perjalanan kami. Yang berminat mengamati burung, ada dua teleskop yang disediakan.

Sekitar lima belas menit kami mengarungi hutan mangrove, tibalah kami di muara. Ada pondok pengamatan yang terbuat dari kayu. Kami singgah di pondok ini. Suasana begitu tenang. Saya membayangkan bagi pecinta yoga, pondok ini bisa jadi tempat yoga yang menentramkan. Indahnya alam menyediakan spot-spot cantik foto yang instagramable. Di kejauhan tampak kampung Bajau Mantigola yang mengapung di atas laut. Hutan mangrove merupakan pintu masuk dan pangkalan perahu orang Bajau yang akan bertransaksi dengan masyarakat di darat. Tidak hanya jual beli, sistem barter masih digunakan. Orang Bajau membawa ikan untuk ditukar dengan kelapa, air tawar atau singkong. 

Wisata Mangrove ini dikelola oleh kelompok Akka Moolu yang berarti Mangrove Teduh. Dibentuk sejak Maret 2019, Akka Moolu digerakkan oleh para pemuda desa. Fajar Afdal Pratama (24 tahun) ketua Akka Moolu yang beranggotakan 17 pemuda. Menurut Fajar, sebelumnya, tidak banyak pekerjaan yang dilakukan pemuda desa Tampara, hanya nongkrong, mabuk dan joget-joget jika ada kondangan. “Saya dimotivasi tokoh masyarakat untuk mengumpulkan pemuda dan membuat kegiatan yang bermanfaat” ujar Fajar. 

Didampingi oleh Forkani (Forum Kahedupa Madani) dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), para anggota Akka Moolu dilatih mengenal ekosistem mangrove, pengamatan burung dan dasar-dasar mengelola kelompok wisata.  

Muhammad Ilman, direktur Kelautan YKAN, mengatakan ekosistem mangrove sangat vital bagi lingkungan. Peran mangrove antara lain menjaga erosi, melindungi daratan dari angin kencang dan intrusi air laut. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai rumah bagi biota seperti bermacam ikan, udang, kepiting dan burung. Dalam meredam perubahan iklim, mangrove mampu menyimpan karbon yang besar. Kondisi Mangrove di Kaledupa masih terjaga sebab ada nilai lokal masyarakat yang percaya bahwa kawasan mangrove termasuk pamali, kawasan yang harus dijaga, tidak boleh dirusak. 

Saat ini, kelompok Akka Moolu sedang menyusun paket wisata yang lebih lengkap, tidak hanya susur hutan Mangrove tapi juga mengenal potensi desa Tampara yang subur dengan berbagai buah seperti mangga, rambutan dan jambu. Hasanudin, ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tampara mengatakan akan mengadakan musyawarah desa untuk menentukan tarif masuk hutan Mangrove termasuk harga paket wisata. “Keputusan akan kita tuangkan dalam bentuk Perdes atau peraturan desa” kata Hasanudin. 

Kendala yang dihadapi adalah membangun kesadaran wisata terhadap warga desa Tampara. Diharapkan kegiatan wisata ini bisa melibatkan warga desa yang bisa berperan menjadi pemandu, penyedia jasa perahu, menyediakan penginapan dan makan minum.

Selain itu, tantangan bagi kelompok Akka Moolu adalah menyusutnya jumlah anggota yang kini hanya tinggal 7 orang. “Satu per satu anggota pergi merantau” keluh Fajar.

Untuk bisa mencapai Tampara, anda bisa naik speed boat dari Pulau Wangi-wangi menuju Pulau Kaledupa. Dari pelabuhan, dilanjutkan jalur darat dengan mobil atau motor sekitar 20 menit. Wakatobi adalah gabungan nama dari empat pulau besar yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Wakatobi tak hanya menawarkan surga bawah laut, tapi cantiknya budaya dan asrinya hutan mangrove Tampara bisa melengkapi liburan anda di Wakatobi.

Inisiatif yang dilakukan Fajar bersama pemuda desa Tampara dalam mengembangkan Ekowisata juga banyak dikerjakan pemuda di desa lain, salah satunya di Sumbawa.

Muhaidin kagum dengan kesadaran para wisatawan asing ketika bertamasya bersama hiu paus di Teluk Saleh, Sumbawa. “Pernah ada yang mengingatkan nelayan bagan agar tidak kasih makan ke hiu paus,” cerita Muhaidin. Bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Muhaidin aktif menggerakkan ekowisata di Desa Labuhan Jambu, Kecamatan Tarano, Kabupaten Sumbawa Barat.

Anak-anak muda Pokdarwis Labuhan Jambu rajin meningkatkan kapasitas warga desa untuk terlibat dalam usaha ekowisata. Beberapa usaha dan lapangan pekerjaan yang dilakukan antara lain sebagai operator wisata, pemandu (guide), penyedia homestay, menyewakan perahu sampai dengan memproduksi kerajinan yang bisa menjadi oleh-oleh para wisatawan.

Menurut Muhaidin, saat ini sudah ada empat operator wisata dan 10 home stay di Desa Labuhan Jambu yang siap melayani wisatawan asing maupun wisatawan nusantara. Selain itu para anak muda juga bisa mencari rejeki dengan menyewakan mobil dan mengantar jemput tamu dari bandara. Sebelum masa pandemi, Pokdarwis sempat kebanjiran tamu lebih dari 300 wisatawan per bulan.

Sebagian masyarakat Desa Labuhan Jambu memproduksi madu, terasi dan kerupuk ikan. Produk tersebut dikelola dan dipasarkan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) kepada para wisatawan yang datang melalui galeri atau ruang pamer di kantor Bumdes. Hasilnya cukup lumayan untuk mengebulkan dapur masyarakat. 

Turis berenang bersama Hiu Paus

Pokdarwis Labuhan Jambu beranggotakan 11 anak muda yang selalu penuh semangat. Sebagai salah satu bagian Green Jobs, ekowisata tidak saja memutar roda ekonomi namun juga melindungi lingkungan. Karena itu Pokdarwis juga melakukan berbagai program konservasi untuk menjaga dan melestarikan ekosistem di Teluk Saleh. Salah satu programnya adalah mengumpulkan dana konservasi. Dari biaya paket wisata yang dibayar oleh wisatawan, dikutip 100 ribu per orang lalu dana konservasi tersebut dikelola oleh Bumdes. Sebagian dana tersebut digunakan untuk mengganti jaring nelayan yang rusak karena hiu paus. Dengan melampirkan bukti foto atau video, setiap nelayan yang jaringnya rusak, mendapat ganti rugi sebesar 400 ribu rupiah. 

“Ganti rugi ini cukup efektif untuk mengubah perilaku nelayan. Dulu, jika ada hiu paus yang mengenai jaring, mungkin karena jengkel, para nelayan mengusir bahkan menombak hiu paus. Tapi sekarang tidak lagi,” ujar Muhaidin mengenai kegunaan dana konservasi. 

Kegiatan konservasi yang lain, dilakukan pada November 2020 lalu, Pokdarwis bersama para mahasiswa Universitas Teknologi Sumbawa yang tengah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) melakukan transplantasi terumbu karang. Di ekosistem laut, terumbu karang adalah area yang penting bagi biota laut, wilayah untuk mencari makan, tempat para ikan “berpacaran”, kawin sampai berkembang biak punya anak cucu. Terumbu karang juga berfungsi menyerap karbon, proses penting untuk mencegah perubahan iklim seperti hutan tropis di daratan.

Transplantasi terumbu karang

Ada 140 media ditanam dan lebih dari 90% mampu hidup dan berkembang sejak tahun lalu, yang ditransplantasi di terumbu karang kedalaman lima meter. Menurut Muhaidin, beberapa media yang gagal disebabkan oleh kesalahan manusia misalnya kurang kencang ikatan sehingga goyang atau lepas terkena arus. Tumbuhnya transplantasi karang ini membuktikan bahwa perairan di Teluk Saleh masih sehat, kaya nutrient  serta tidak mengalami peningkatan asam maupun suhu. Sebab terumbu karang sangat sensitif terhadap naiknya tingkat asam atau suhu yang menyebabkan coral bleaching atau pemutihan karang. 

Oleh sebab itu, Pokdarwis Labuhan Jambu bersemangat untuk terus menumbuhkan kecintaan pada lingkungan tidak hanya pada warga desa Labuhan Jambu tapi juga berusaha untuk menjangkau desa-desa lain di sekitar Teluk Saleh. Namun sayang akibat pandemi, kegiatan sosialiasi ke desa-desa sekitar yang sudah direncanakan harus ditunda untuk sementara waktu, menunggu badai pandemi COVID-19 mereda.

Pandemi COVID-19 berdampak pada penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Teluk Saleh. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat Pokdarwis yang masih mengelar beberapa kegiatan seperti peningkatan kapasitas anak muda untuk belajar bahasa Inggris secara daringagar bisa menjadi operator dan pemandu wisata yang lebih komunikatif dengan wisatawan asing. Ada juga kegiatan pelatihan virtual tour.

Eksotisme hiu paus (Rhincodon typus) merupakan ikan terbesar di laut, menarik banyak turis untuk berkunjung ke Teluk Saleh. Menurut pendataan Conservation International (CI) Indonesia, ada lebih dari 90 ekor hiu paus yang berada di Teluk Saleh, Sumbawa. 

Para wisatawan harus mematuhi kode etik wisata bersama Hiu Paus. Kode etik ini dibuat untuk melindungi wisatawan, memastikan hiu paus tidak terganggu, dan masyarakat lokal terus mendapatkan manfaat dari wisata ini.

Menurut International Labour Organization (ILO) Green Jobs telah menjadi lambang perekonomian dan masyarakat yang lebih berkelanjutan dan mampu melestarikan lingkungan mereka untuk generasi sekarang dan masa mendatang secara lebih layak dan inklusif bagi semua orang di semua negara. Salah satu contoh Green Jobs adalah pemandu wisata ekowisata seperti yang dikerjakan oleh Muhaidin di Teluk Saleh, Sumbawa dan Fajar di Tampara, Wakatobi. 

Pariwisata merupakan sektor ekonomi unggulan Indonesia. Keindahan alam, keaneragaman hayati yang super kaya dan beragam budaya adalah potensi bagi pengembangan ekowisata. Sekaligus membuka berbagai peluang Green Jobs, lapangan pekerjaan yang layak dan ramah lingkungan bagi generasi muda. Muhaidin bersama Pokdarwis Desa Labuhan Jambu serta Fajar dan kawan-kawannya di Tampara, Wakatobi telah membuktikan bahwa anak muda mampu mengkreasi 1000 Gagasan serta menciptakan lapangan kerja yang layak, bersih, ramah lingkungan dan berkelanjutan. 

Leave a comment