PEMBURAMAN PEREMPUAN

 

Skandal meruap pada tahun 2011, koran Yahudi Orthodoks, Di Tzeitung, menghilangkan gambar Menteri Luar Negeri, Amerika Serikat, Hillary Clinton. Kala itu, Hillary tengah bersama Presiden Barack Obama dan staf yang lain, memantau penangkapan gembong Al Qaeda, Osama bin Laden. Pihak Gedung Putih merilis foto untuk media. Namun Di Tzeitung menerbitkan foto dengan menghapus secara digital Hillary, yang seharusnya duduk di dekat Obama. Koran asal New York ini juga menghapus gambar Direktur Kontraterorisme, Audrey Tomason, yang notabene juga perempuan, sama dengan Hillary. 

Pihak Di Tzeitung meminta maaf ke Gedung Putih, beralasan editor foto tidak mengetahui adanya aturan dari Gedung Putih yang melarang perubahan apapun terhadap foto yang bersejarah bagi perang melawan teror itu. Namun koran yang terbit mingguan di Brooklyn ini menegaskan bahwa mereka memiliki “kebijakan editorial yang sudah lama” tidak menerbitkan gambar-gambar wanita. Kebijakan ini disandarkan pada nilai-nilai Yahudi yang mereka yakini. 

800px-Obama_and_Biden_await_updates_on_bin_Laden
wikipedia

Skandal serupa juga dilakukan koran Yahudi Orthodoks yang terbit di Israel, Hamevaser yang menghilangkan gambar Kanselir Jerman, Angela Merkel. Ketika itu tahun 2015, pasca serangan teror di Perancis, para pemimpin dunia berjalan kaki sambil bergandengan tangan di Paris, untuk menunjukkan bahwa dunia tidak takut pada aksi teror. Merkel, berdiri di barisan depan bersama Presiden Perancis, Francois Hollande, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas serta PM Israel, Benyamin Netanyahu. Tetapi pembaca Hamevaser tidak tahu keberadaan Merkel karena dia telah dihapus secara digital. Media di Israel berseloroh, publikasi ini merupakan cara agar Mahmoud Abbas bisa berdiri lebih dekat ke Benyamin Netanyahu. Lagi-lagi, Hamevaser berdalih, kebijakan editorial ini bersandar pada nilai-nilai Yahudi yang mereka anut.

Tafsiran terhadap nilai Yahudi yang tidak memajang foto perempuan nyata-nyata dipegang teguh dan diamalkan secara kaffah. Di Tzeitung menerbitkan headline “The Martyrs from Pittsburg” Syuhada dari Pittsburg, untuk mengenang 11 korban meninggal dunia akibat pembantaian di Sinagoge pada Oktober 2018. Di Tzeitung memuat foto delapan korban pria, tanpa foto tiga korban perempuan. “Kami punya kebijakan tidak menerbitkan gambar perempuan. Namun, mereka disebutkan secara jelas dalam cerita. Mereka tidak direndahkan dengan cara apa pun.” ujar Albert Friedman, editor Di Tzeitung

Sikap ini dipraktikkan lebih ekstrim oleh kelompok Yahudi Ultra Orthodoks di Yerusalem yang kerap merusak dan mencorat-coret gambar-gambar iklan yang menampilkan perempuan di baliho atau bus. 

Di Indonesia, publik dihebohkan oleh postingan foto blur mahasiswi yang dilakukan oleh pengurus unit kegiatan mahasiswa (UKM) di beberapa kampus. Organisasi Jamaah Muslim Geografi (JMG) Universitas Gadjah Mada (UGM) memblur semua foto mahasiswi yang menjadi pengurus organisasi. Begitu pula dengan BEM Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Malahan di BEM MIPA UNJ, foto mahasiswi diganti dengan anime kartun perempuan muslimah. 

Mereka beralasan, pengebluran ini hasil kesepakatan dengan mahasiswi. “Dari teman-teman pengurus perempuan, ada yang menghendaki fotonya diperlihatkan. Sebagian juga ada yang keberatan fotonya muncul. Jadi, pengebluran adalah jalan tengahnya,” jelas Sandy Danu, ketua JMG sebagaimana diberitakan Detikcom.

Di sosial media juga beredar surat klarifikasi dari Ketua BEM FT, Ibrahim Katoni Baurekso yang menyatakan bahwa tidak benar adanya foto pengurus perempuan yang di-blur, melainkan diturunkan opacitynya. BEM FT juga mengklaim mereka menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan baik itu gender, suku, agama, ras dan golongan.  

Para mahasiswa dan mahasiswi yang terlibat blur-bluran ini adalah muslim dan muslimah. Tapi entah ajaran Islam seperti apa yang mereka pahami. Mungkin niat hati mereka ingin ber-Islam secara lebih kaffah tapi kok malah bertingkah mirip kaum Yahudi Orthodoks.

Perkara blur-bluran ini dianggap selesai ketika foto-foto tersebut diturunkan dari akun organisasi mahasiswa. Namun apakah inti masalah yaitu pemburaman peran perempuan yang bersumber dari bias gender, kentalnya watak patriarki dan pemahaman agama yang kebablasan juga selesai?

Tidak ternyata, upaya pemburaman perempuan Indonesia semakin berwujud nyata, menjelma dalam sosok RUU Ketahanan Keluarga. Upaya domestikasi, penyingkiran peran perempuan dari ranah publik terus dihembuskan oleh kelompok-kelompok dan partai beraliran kanan.

Dalam rancangan tersebut, perempuan digusur menjadi warga kelas dua. Hanya sebatas konco wingking, teman di belakang, mengurus rumah tangga. Ironisnya ada tiga perempuan politisi yang mengusung RUU Ketahanan Keluarga ini. Kritik dan penolakan terhadap RUU Ketahanan Keluarga disuarakan banyak pihak. Rasa-rasanya RUU ini mentah, semoga.

Tapi ajaran untuk memburamkan perempuan juga masih bergentayangan di kelompok-kelompok kanan, masuk ke kampus-kampus, mengincar kaum muda bangsa ini. Bangsa yang merdeka karena kaum perempuan juga turut berjuang dan mengangkat senjata. 

Selamat Merayakan Hari Perempuan Internasional, International Women Day 2020

 

Leave a comment